Apa beda peminta dan pengemis

Leave a comment

Usai Sholat Jum’at, Bejo ngobrol dengan temen seprofesinya. Bukan pekerjaan yang diperbincangkan tetapi mengenai seseorang yang berdiri sebelum khotib untuk meminta sumbangan.

Orang yang berdiri tersebut tampaknya bukan orang Indo. Dari tutur katanya, Bejo menilai bahwa orang yang tadi beridiri di mimbar itu kelihatannya kurang genuine alias kurang meyakinkan. Meskipun Bejo nggak tahu secara detail bahan yang diomongkan orang tersebut, namun Bejo merasa kurang sreg aja dengan orang itu. Dia berbicara dengan bahasa Arab, namun banyak nukilan ayat di Al qur an yang salah dieja… intinya yang dipahami Bejo, orang tersebut meminta sumbangan  para jamaah. Sumbangan tersebut nanti akan disalurkan ke kaum dhuafa di Palestina, Iraq, Sudan, Afganistan dll. Pokonya heboh dech … cuman ya itulah Bejo merasa kurang sreg aja untuk memberi sumbangan ke orang tersebut.

Teman Bejo bilang, kasih aja dech…. kalau ada orang yang meminta, dan sepanjang kamu punya banyak rezeki apa salahnya memberikan sebagian rezekimu . Bejo rasa memang itu yang sebenarnya harus dilakukan, namun entah kenapa Bejo merasa kurang srega aja….. Di pikiran Bejo berkecamuk banyak hal, takut kalau sumbangan diselewengkan dan lagian sumbangan jenis itu nggak ada model akuntabilitasnya. dan memang menjadi seorang yang ikhlas itu berat banget.

Bejo mengklasifikasikan orang yang berdiri di depan jamaah tadi  sebagai peminta. Orang yang meminta bukan berarti kekurangan, orang yang meminta dengan berbagai cara bisa saja hasilnya dipakai untuk hal-hal yang lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan hidup. terlepas positif maupun negatif.  Namun untuk mereka yang meminta sekadar untuk bisa hidup, itulah yang dinamakan pengemis.

Tentu saja pengemis dan peminta adalah dua kata yang jelas definisinya sangat berbeda.  Namun secara normatif  kita harus  mensikapi dengan cara yang berbeda. Untuk para peminta kita kembangkan logika berfikir kita, namun untuk pengemis ajak hati  nurani untuk bersuara.

Taxpayers’ money

Leave a comment

Taxpayers’s money adalah uang yang dibayarkan wajib pajak ke kantong pemerintah. Selain dari sumber lain yang berupa PNBP lainnya seperti  hasil bagi hasil tambang dan bagian Pemerintah dari Laba BUMN. Kisaran prosentase pajak dari total penerimaan negara saat ini sekitar 20%.

Kalau di Luar negeri, sekecil apapun yang melibatkan penyimpangan, korupsi, dan penyalahgunaan uang negara akan selalu dihubungkan dengan taxpayers’ money ini karena sebagian besar dana pemerintah diperoleh dari sini. So kritik atas penyelewengan dana pemerintah ini akan selalu anolog dengan penyelewengan taxpayers’ money.

Mengapa saya mengangkat topik ini? Simpel saja karena berkaitan dengan amanah rakyat yang banyak dicederai oleh sebagian besar penyelenggara negara ini, baik dari tingkat pusat maupun daerah. Apa yang salah ya?
Kalau mau mengkaitkan dengan yang besar tentu saja fikiran kita akan langsung mengarah ke kasus korupsi besar-besaran di negeri ini. Hal yang lain juga terkait dengan pelaksanaan anggaran yang ternyata tidak pro rakyat, tengok saja misalnya prosentase anggaran  pendidikan 20% ternyata tidak membuat biaya SPP di perguruan tinggi menjadi turun.

Untuk skala kecil, amanah dari para taxpayers sebaiknya perlu dijawab dengan satu kata yaitu profesionalisme. Kata ini terkait dengan komitmen yaitu kepada siapa kita harus loyal dan bagaimana kita menjaga amanah itu terjaga dengan baik. Profesional dan loyal dengan ini tidak lain adalah profesionalnya  sekitar 4 juta pegawai negeri yang dimana pendapatan mereka mereka berasal dari taxpayers’ ini.

Profesional secara sederhana harus diwujudkan dengan pola fikir yang menjunjung fairnes dalam pekerjaan. “Sungguh ironis jika masih terjadi situasi dimana untuk membayar pajak saja harus antri berjam-jam, atau masyarakat pembayar pajak harus membayar pungli untuk pelayanan yang seharusnya gratis dan cepat” Atau dalam situasi lain, pegawai negeri yang kerjanya lambat, banyak ngobrol dan pekerjaannya nggak cepat selesai. Pendek kata kalau era profesionalisme ini ditegakkan maka rasionalisasi adalah metode yang tidak dihindarkan untuk mengganti dan mengisi job-job di sektor pemerintahan ini agar birokrasi lebih efisien dan efektif.

Dengan demikian mudah-mudahan pajak yang dibayarkan oleh masyarakat akan terbalas sempurna melalui cara-cara yang amanah dan santun dari para pegawai negeri ini. Sekian…….

Sekedar Slogan untuk KRL Jabotabek

Leave a comment

Tulisan ini hanyalah kritik kecil untuk KRL Jabotabek.  Kebetulan saya adalah pengguna kereta KRL jabotabek  jurusan Depok Kota/tanah Abang. Saya ingin mengatakan bahwa KRL Jabotabek adalah suatu bisnis besar yang harus dikelola secara profesional. KRL jabotabek melayani ratusan ribu komuter dari pusat kota ke daerah pinggiran dan sebaliknya.  Bisnis besar ini sebagai seharusnya digerakkan untuk menjawab  kebutuhan transportasi cepat, pasti, dan nyaman. Karena dengan situasi sekarang, hanya KRL yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. 

“Cepat” dalam artian menjawab permasalahan kemacetan di jalan raya yang membuat transportasi menjadi kontraproduktif. KRL dapat menjawab permasalahan kontraproduktif itu dengan competitive advantage yang tidak dipunyai moda transportasi lain.  Namun demikian PT KRL Jabotabek menurut saya belum memenuhi slogan ini karena banyaknya hambatan di jalan yang membuat perjalan menjadi tidak cepat. Tengok saja hambatan seperti  bentuk persimpangan rel dengan jalan raya, hambatan sinyal yang memperlambat laju kereta dan masih adanya dikotomi “cepat” antara KRL ekonomi dan express.

“Pasti” menurut saya slogan ini yang harus diwujudkan PT KRL Jabotabek pertama kalin. “Pasti” merupakan ‘ultimate obejctive” yang memang paling sulit untuk diwujudkan. Jika ada yang bilang “kepastian yang kutunggu” itu hal yang normal saja.  Untuk KRL hal itu  dirasakan masih jauh panggang dari api. Konsep kepastian dalam pelayanan KRL dapat diwujudkan dengan jam kepastian pemberangkatan dan ketibaan (Departure and arrival) yang pasti.  Saya fikir semua orang tahu dan memahaminya namun memang untuk kondisi sekarang dengan banyaknya masalah yang dihadapi KRL mulai dari infrastruktur rel dan sinyal sampai kepada kondisi kereta yang sudah usang membuat “pasti” sulit untuk diwujudkan.  Namun tidak ada sesuatu yang tidak bisa diaraih apalagi untuk sesuatu yang seharusnya dapat diwujudkan secara logika. “Pasti” memang sudah dibuat dengan jadwal, namun jadwal ini sering meleset.

Terakhir adalah kenyamanan. Nah ini …….. kenyamanan menurut saya dapat dimulai dari hal yang sederhana:

1. Buat Electronic Board yang visible di setiap stasiun yang berisi jadwal kedatangan dan keberangkatan KRL serta tujuannnya. Board ini seharusnya dipasang di tempat yang ramai dengan oarang dan dengan ukuran yang besar sehingga dapat dilihat dengan jelas.

2. Perbaiki kondisi peron yang kusam licin becek dan bau.

3. Tertibkan pedagang asongan

4. Buat semua KRL ber “AC”

5. layani penumpang dengan profesional dan aplikasikan sistem modern dalam pelayanan

demikian mudah-mudahan mencerahkan ….

Perilaku pelit

Leave a comment

Suatu hari aku pulang dari rumah saudara naik taksi bersama doi. Si Sopir taksi ini lumayan banyak bicara, so aku terlibat banyak adu lidah alias ngobrol dengan si sopir tersebut. Sepanjang perjalanan beliau mengomentari perilaku buruk orang-orang yang ada di sekitar kita. Inti dari permasalahan yang di bilang pak sopir secara garis besar adalah ”orang Indonesia sangat pelit” Mengapa? Jangankan untuk membantu menolong nyawa orang lain, menolong diri sendiri saja kadang-ogah. Menolong dalam arti care terhadap diri sendiri bisa dilakukan dengan selalu bertindak waspada dan bisa menimbang resiko yang dihadapi daripada apa yang diperbuat. Menolong diri sendiri dapat dimaknai dari cara mengambil keputusan dari hal yang sepele sekalipun. Sepanjang perjalanan contohnya sangat gamblang. Konsep yang diungkapkan pak Sopir langsung dibuktikan dengan pemandangan di jalanan.

 

  1. Kebetulan laju  taksi lagi bersamaan dengan kereta ekonomi…. waktu itu banyak sekali orang yang naik di atas gerbong. Itu dia yang dibilang nggak care terhadap diri sendiri, keputusan untuk naik di atas gerbong adalah cara yang salah dan gegabah. Keputusan itu juga cermin dari perilaku yang tidak care dan sayang terhadap diri sendiri. Maunya cepat tapi kalau jatuh nyawa juga akan cepat melayang. Dalam acara John pantau di Trans TV, saat si Johh tanya mengapa mereka naik di atas, jawabannya simple,  habis  di dalam sumpek.
  2. Si sopir mencontohkan lagi dengan laju pengendara motor yang melaju sangat kencang seperti dikejar setan menyalip taksi kiri kanan lalu ciiit si motor mengerem mendadak hampir menabrak pejalan kaki, nah ini dia perilaku yang pelit karena tidak mau memberi kesempatan kepada pejalan kaki untuk menyeberang.
  3. Si Sopir kali ini juga menyalahkan  pejalan kaki yang menyeberang tidak pada tempatnya. Walaupun sudah ada jembatan tempat menyeberang namun mereka tetap saja menyeberang bukan di tempat yang disediakan. Di saping jalan yang dilalui taksi kebetulan ada jembatan penyeberangan yang berwarna biru yang kelihatan begitu lengang sementara di bawah jembatan banyak orang yang sibuk menyeberang.Kata si Sopir ”dasar pada tak tahu diri, mending sudah dibuatkan jembatan, tinggal pakai saja pada nggak mau, apalagi kalau diminta iuran untuk beli besi untuk membangun jembatan tersebut.”
  4. Kebetulan taksi juga melewati palang pintu kereta api, sambil menunggu palang pintu dibuka di depan terlihat  para pengendara motor maupun sopir angkot seolah nggak mau ngasih jalan ke kereta api nekat menyeberang, walaupun bunyi sirene bergema dengan kencang,. Mereka seakan tidak mempedulikan palang pintu yang mengahalangi jalan mereka. Kalau kerete api saja hampir nggak dikasih jalan apalagi pejalan kaki ya….?
  5. Kali ini ceritanya bukan dari mulut si Sopir, Cerminan dari sikap pelit ini juga terlihat di dalam kereta. Di perjalanan pagi atau sore di kereta komuter, kita akan mendapatkan menjumpai situasi di mana ketika pintu kereta terbuka , orang-orang berjubel  masuk lalu dengan kesetanan merangsek untuk mencari tempat duduk. Begitu dapat lalu pura-pura tidur, walaupun di sekitarnya banyak penumpang lain yang lebih membutuhkan tempat duduk misaalnya orang tua dan wanita hamil.

 

 

11 jan 2009

Hujan di Bulan Januari

Leave a comment

Tiga hari terakhir sejak hari senin 11 Januari hujan selalu deras selalu datang. Hujan turun merata sepanjang waktu. Memang bulan Januari bisa dikatakan bulan hujan karena akronim dari Januari adalah hujan sehari-hari. Hujan bukan hanya berkah yang patutu disyukuri karena tanpa hujan kita tidak akan bisa menikmati hidup. Hujan kali ini aku cermati dalam beberapa hal:

Pagi hari semakin gelap awan yang mengantung di langit membuatku malas untuk berangkat pagi-pagi ke kantor. Kebetulan mobil jemputan mulai jalan dari pool jam 5:30, bus itu biasanya melewati tempatku menunggu sekitar jam 5:45. Untuk sampai di tempat penjemputan aku butuh waktu sekitar 15 menit. Kebayang khan aku harus berangkat jam berapa?

Pagi hari yang sangat gelap itu membuat malas naik bus pagi hingga akhirnya aku putuskan naik kereta ekspress. Dengan naik kereta ini aku bisa berangkat lebih siang sekitar pukul 06:30d an tiba di kantor pas (nggak telat) ueenak khan…..

Aku semakin menyadari begitu pentingnya punya payung. Suatu saat pas hujan deras aku turun dari bus tapi nggak bawa payung… Terpaksa dech berlindung di emperan toko sekitar setengah jam lamanya. Padahal kalau punya payung aku pasti sudah bisa rebahan di tempat tidur.

Karena sepatu kesayangan yang sering dipakai basah kena air hujan akhirnya sepatu cadangan kepakek juga. Sepatu cadangan itu kepakai pas wisuda pertama di Bris dan kedua di Pal he he he….

Hari kedua dari 11 Jan, aku pulang naik kereta dari Tanah Abang. Dari kantor hujan sudah mulai menerpa walaupun masih berstatus gerimis. Menjelang sampai di Tanah Abang hujan turun dengan lebat. Begitu sampai di sana, setelah membayar ojeg (15000) aku naik ke atas, langsung beli tiket lalu turun ke peron 5. Di sana kereta yang akan membawaku sudah siapa akan berangkat. Namun naas nggak bisa ditolak belum sampai seluruh badan masuk ke dalam kereta pintu langsung tertutup, alhasil aku terjepit di antara pintu elektrik itu. Untunglah ada orang yang membantu dan kebetulan badanku agak licin karena air hujan sehingga aku bisa meloloskan diri dari pintu maut itu.

Hari ketiga dari 11 jan. Pagi hari waktu berangkat aku selamat dari Hujan. Begitu tiket kereta sudah kudapatkan dan berada di peron hujan lebat langsung mengguyur. Alhamdulillah untung aku sudah di peron saat hujan datang. Hujan juga membuatku jarang mandi. Jangankan untuk mandi untuk cuci muka aja dinginnya minta ampun dech….. 14 Jan 2009